Sisi Kesastrawanan Prof. Dr. KH Buya Hamka


Tanggal 22 Mai 2019 sore (16.30 BBWI), setelah selesai melakukan shalat Ashar dan kagiatan keagamaan lainnya di mesjid Amir Hamzah, kompleks Taman Ismail Marzuki, maksud hati ingin lihat pameran sketsa oleh seniman-seniman IKJ (Institut Kesenian Jakarta) di salah satu galeri di kompleks seni itu. Pas jalan keluar, terlihat ada poster yang dipakuin di pohon …… waduh, sebagai orang yang berkecimpung di lingkungan, hal ini tentu membuat sesak di dada. Ini kan menyakitkan si pohon (ada di foto) …. Tapi ya dilihat dan dibaca dulu detil isi posternya …. Oh ternyata ada diskusi  publik tentang Prof. Dr. Hamka dari sisi sastranya. Menarik juga !!! Cuma karena minatnya lebih melihat, ke pameran sketsa, saya pergi dahulu ke galeri tersebut.
Ternyata setelah sampai di galeri, pamerannya belum dibuka alias ruang pamerannya gelap-gelap saja. Ada apa ya ? Dan di hari-hari selanjutnya ketika saya mengunjungi pameran sketsa ini, saya diberitahu kalau pada tanggal 22 Mai 2019, pembukaan pameran sketsa diundur karena masih panasnya suasana sekitar Jakarta. Pada hari itu ada dinamika perpolitikan di Indonesia terutama Pemilu 2019 dimana ada beberapa bagian masyarakat Indonesia yang memprotes atau menyampaikan pendapatnya tentang hasil Pemilu 2019 di gedung Banwaslu (Badan pengawasan Pemilu) yang ada di sekitar Jl. Thamrin. Dan pada saat itu terjadi kerusuhan yang membuat susanan Jakarta agak menghangat. Jarak dari gedung Banwaslu dan TIM hanya sekitar 3 atau 4 km. Sehingga menurut panitia penyelenggara pameran Sketsa, pembukaan pameran diundurkan.

Ditulis tanggal 13 Juni 2019
            Saya beranjak pulang karena saya pikir memang pembukaan pamerannya belum dilakukan. Ketika melintas menuju pintu utama keluar-masuk TIM untuk pulang, ada poster besar yang menginformasikan diskusi sastra buya Hamka di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin.
            Dalam hati ngak ada salahnya berbelok ke Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin karena seumur-umur mengunjungi TIM atau melewatinya, belum pernah masuk ke gedung ini … wah ketahuan nih, bacaan saya selama ini cuma bacaan kelas KACANGAN belum pernah baca karya-karya sastra besar sastrawan-sastrawan Indonesia…. Jadi miris hiks …
            Nyimpang sedikit dulu, jadi pas malam tanggal 22 Mai 2019 tersebut saya posting status di Facebook (FB) kalau saya menghadiri diskusi sastra di TIM … dan ujung-ujungnya, beberapa menit kemudian, akun FB saya langsung ngeHANG … termasuk WhatsApp (WA) saya wa kak kak … Saya pikir saya lagi FAKIR KUOTA INTERNET … Ternyata lagi ada pemblokiran oleh pemerintah karena ada kerusuhan, untuk masalah keamanan negara. Dan dianggap akun FB dan WA saya ada masalah karena lokasinya dekat dengan lokasi kerusuhan. Soalnya teman yang tinggal di sekitar Depok bilang kalau akun FB dan WA dia aman-aman saja atau lancar jaya dalam mengakses kedua aplikasi itu.

Pembelajar yang Tekun
            Masuk dulu ah ke topik utama… masak kita terus berkutat di topik-topik di luar pokok bahasan utama.
Dan ternyata Buya Hamka itu seorang Pembelajar yang Tekun. Tidak pernah sekolah atau kuliah di bidang sastra, tetapi mampu menghasilkan karya sastra yang jempolan. Salah satu pembicara di diskusi tersebut menginformasikan kalau salah satu sebab buya Hamka bisa melakukan hal itu adalah sifat pembelajar tadi. Salah satu contohnya, ketika dia berkeinginan menjadi dai yang baik, dia datang ke dai-dai terbaik di Sumatra Barat yang notabenernya kenanyakan dari-dai tersebut merupakan kawan bapaknya yang juga merupakan ulama besar di Sumatra Barat pada masa itu yaitu H. Abdul Karim Amrullah. Buya meminta kepada dai-dai tersebut untuk belajar tentang berpidato. Beliau mulai melihat bagaimana para dari berpidato, mencatatnya dan menirukannya. Proses ini terus berlangsung sampai beliau benar-benar mahir berpidato.




Bersambung

#SastraHamka
#PengarangBesarIndonesia
#DiskusiSastra
#NginiWaktuMauBerbukaPuasaDgDIskusiSastra


  

Comments

Popular posts from this blog

Adu Cepat di Dataran Tinggi Gayo

Tuma’ninnah dari sujud ke berdiri

Tugu Radio Rimba Raya, Jalan Desa dan Film